Saya begitu terkesan dengan
ungkapan demikian: “pada akhirnya bukanlah kematian yang harus ditangisi,
melainkan yang harus ditangisi bahkan diratapi adalah masa hidup yang
disia-siakan.” Adalah satu kenyataan dalam hidup kita sehari-hari, bahwa kita
seakan berjalan dalam sebuah lorong waktu yang tidak bisa diputar kembali.
Masing-masing kita memiliki jatah waktu yang sama, 24 jam dalam sehari. Yang
menjadi soal adalah bagaimana masing-masing kita mengisi waktu yang ada agar
menjadi lebih bermanfaat, bermakna dan berkualitas.
Kita mesti sadar bahwa kita
manusia adalah pengembara dalam satu masa perjalanan waktu. Menyangkut waktu
yang kita miliki dalam hidup ini, maka hidup ini dapat diibaratkan seperti
sebuah kisah. Yang paling penting dari sebuah kisah bukanlah panjang atau
pendeknya kisah, melainkan soal indah dan berkesannya. Karena itu, isilah hidup
ini dengan memberikan apa yang terindah yang bisa kita berikan dari keberadaan
kita (dengan segala kekurangan dan keterbatasan kita). Sehingga hidup kita
sungguh-sungguh berarti untuk diri kita sendiri dan juga berarti untuk orang
lain. Kata orang, “janganlah panasnya siang hari dan dinginnya malam hari
merusak kewarasan kita, sehingga membuat kita lupa akan satu masa hidup ini.”
Raihlah selalu sukses hidup ini sambil menyelami keagungan karya kasih Tuhan.
Orang yang penuh rahmat adalah
orang yang setiap hari berkembang dalam kebijaksanaan hidup. Semakin bertambah
usia, tidak hanya semakin bertambahnya jumlah uban di kepala atau semakin
bertambahnya jumlah kerutan di wajah, melainkan juga soal kedalaman hidup
sebagai seorang beriman. Ia semakin mengerti hidup ini untuk apa dan patut
diabdikan kepada siapa. Orang yang tidak mengerti apa artinya menjalani hidup
dalam terang iman, maka yang terjadi hidupnya akan menjadi sia-sia, dangkal,
dan tak bermakna. Jadi, maaf saja, meskipun orang berhasil, sukses dalam segala
hal, memiliki harta yang melimpah ruah, rumah mewah, gelar, jabatan, prestasi,
dll., tapi kalau tidak memiliki Tuhan, ia tidak akan memiliki apa-apa, selain
peti mati mewah dengan tubuh yang menjadi bangkai. Karena sehebat apapun topeng
duniawi yang kita miliki hanyalah bersifat sementara.
Sukses dan kegemilangan dunia
janganlah sampai menutup mata kita untuk meraih kehidupan sejati. Apalah
artinya di dunia dihormati, dikagumi, dan dipuja-puji banyak orang, segala
kedudukan diperoleh, harta bertumpuk-tumpuk, namun itu semua ternyata tidak
memberi sumbangan atau nilai apapun bagi kehidupan kekal. Yesus sendiri
bersabda: “Apa gunanya seorang memperoleh
seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya
sebagai ganti nyawanya? (Mat 16:26). Betapa penting memberi prioritas
perhatian pada nilai hidup sejati daripada hal-hal yang fana. “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan
dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang
kekal” (Yoh 6:27).
Sukses kehidupan hendaknya jangan
hanya diukur dengan hal-hal yang telah dicapai, apalagi sekadar bersifat hasrat
duniawi, melainkan dengan meningkatnya pemahaman dan kedekatan relasi dengan
Tuhan. Orang sukses sejati adalah orang yang hidup dan berkarya sebagai ujud
pelaksanaan panggilan Tuhan. Kita dipanggil untuk menyalurkan berkat dan kasih
Tuhan melalui setiap karya dan pelayanan yang kita lakukan, sekalipun karya dan
pelayanan kita itu mungkin sederhana dan remeh di mata orang lain. Keselarasan
hidup dengan panggilan Tuhan akan terjadi manakala cita-cita hidup yang ingin
kita capai tidak berbenturan dengan rambu-rambu kehendak-Nya. Sikap hidup
seperti ini membutuhkan suatu komitmen pribadi yang kokoh. Untuk ini rasul
Petrus mengatakan: “Karena itu saudara-saudaraku,
berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab,
jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung” (2 Ptr 1:10).
Akhirnya, kita perlu merenungkan
bahwa nilai hidup kita manusia tetap akan bermakna dan menjadi bagian hidup
pribadi yang tak akan hancur oleh kematian. Karena setiap sikap dan tindakan
kita dalam hidup ini, sesungguhnya kita sedang menenun sebuah gambaran jiwa
hidup pribadi kita. Tindakan dan kebiasaan hidup setiap orang akan membentuk
kekuatan atau melemahkan jiwa dan nilai hidup seseorang. Hidup tanpa kekuatan
jiwa adalah hidup yang dingin, hampa, dan tak bergairah. Kedalaman dan kekuatan
jiwa seseorang akan terpancar pada semangat dan gairah hidupnya. Ia senantiasa
memiliki gairah dan aneka kreativitas untuk mengisi hidupnya, hingga setiap
waktu adalah bernilai baginya. Mereka ini merasa kekurangan waktu dalam mengisi
hari-hari hidupnya. Hari-hari hidupnya dijalani dengan penuh cinta dan syukur.
Ia senantiasa mensyukuri hari-hari kehidupannya sebagai anugerah luar biasa
dari Tuhan. Maka orang yang bisa bersyukur adalah pertanda ia memiliki jiwa
kehidupan. Hanya orang yang bisa bersyukur yang bisa memiliki kehidupan. Hanya
orang yang bisa bersyukur yang bisa berbahagia. Karena syukur berarti orang
ingat dan sadar akan kasih Tuhan serta membawanya hidup lebih dekat dan
mengandalkan belaskasih-Nya sebagai dasar kehidupan. Hanya orang yang bisa
bersyukur yang tahu kepada siapa hidup ini diabdikan (yakni kepada Tuhan dan
kepada sesama ciptaan). Seluruh hidupnya merupakan perjalanan yang bermuara
kepada-Nya. Dengan demikian, orang kembali dan menemukan muara makna
kehidupannya yang sejati, yakni Sang Sumber dan Makna Hidup. Karena itu,
bersyukurlah karena kita masih diberi waktu!***